Evidence Based Medicine

Tidak Selamanya Parasetamol Aman Diminum, Berikut Ini Daftar Potensi Bahayanya

Parasetamol, atau dikenal pula dengan nama lain Asetaminofen, adalah obat yang umum digunakan untuk meringankan nyeri derajat ringan hingga sedang dan juga digunakan untuk meredakan demam. Obat ini tergolong obat bebas, dapat dibeli di apotek, supermarket, warung, dan toko obat. Penggunaan parasetamol cukup banyak, di Amerika Serikat menurut data Consumer Healthcare Products Association (CHPA) setiap minggunya sekitar 23% orang dewasa menggunakan parasetamol.

Pada dosis yang direkomendasikan, sebenarnya parasetamol relatif aman.  Tidak seperti obat nonsteroidal anti-inflammatory drugs  (NSAID), misalnya ibuprofen dan diklofenak, parasetamol tidak memiliki risiko efek samping pada lambung atau jantung. Hal ini menjadikan parasetamol sebagai terapi pilihan bagi orang yang tidak tahan dengan efek samping obat NSAID. Parasetamol juga termasuk obat yang relatif aman digunakan selama kehamilan. Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa parasetamol tidak berbahaya untuk janin bila digunakan pada trimester pertama kehamilan.

Akan tetapi, seperti halnya obat-obatan lain pada umumnya, parasetamol juga memiliki potensi risiko bahaya yang bahkan lebih serius dari yang bisa kita bayangkan. Tahun lalu, sebuah kajian yang dimuat di jurnal Annals of the Rheumatic Diseases menyimpulkan bahwa efek samping parasetamol terlalu diremehkan oleh sebagian besar orang. Kerusakan hati merupakan risiko penggunaan parasetamol yag paling dikenal. Risiko ini disebabkan penggunaan parasetamol yang melebihi batas dosisnya. Pada dosis yang berlebihan, akan terbentuk metabolit beracun yang akan merusak sel hati, bahkan pada kasus yang parah dapat menyebabkan kematian.

Data dari Food and Drug Administration (FDA) menyebutkan bahwa antara tahun 1998-2003, parasetamol menjadi penyebab utama gagal hati akut di Amerika Serikat. Sebagian besar kasus ini terjadi akibat overdosis parasetamol secara tidak disengaja. Lebih lanjut lagi FDA mengungkapkan bahwa pada era tahun 1990an overdosis parasetamol secara tidak disengaja menyebabkan 458 orang meninggal dunia setiap tahun. Hal ini terjadi karena parasetamol muncul dalam berbagai jenis merek obat bebas, menyebabkan orang tidak sadar bila sudah minum terlalu banyak parasetamol. Rekomendasi terbaru menyarankan agar parasetamol digunakan tidak melebihi dosis 4000 mg per hari. Bila satu tablet parasetamol berisi 500 mg, maka dapat dibayangkan betapa mudahnya orang bisa terkena overdosis parasetamol secara tidak sengaja.

Selain kerusakan hati, parasetamol juga berpotensi menyebabkan alergi kulit yang parah. FDA menyebutkan bahwa terjadi 107 kasus seperti ini sepanjang tahun 1969-2012 di Amerika Serikat, menyebabkan 67 pasien dirawat inap dan 12 pasien meninggal. Pada tahun 2013, FDA telah mengeluarkan peringatan bahwa penggunaan parasetamol dapat memicu reaksi kulit fatal, termasuk Stevens-Johnson syndrome (SJS) and toxic epidermal necrolysis (TEN). Selain itu pada tahun 2011, sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Clinical Oncology mengungkapkan adanya hubungan antara penggunaan parasetamol harian dengan munculnya kanker darah seperti limfoma dan leukemia. Sejumlah penelitian lainnya juga mengungkapkan bahwa ibu hamil yang menggunakan parasetamol janinnya berisiko lebih besar terkena asma, ADHD, dan autism.

Melihat banyaknya risiko penggunaan parasetamol ini, masyarakat tidak perlu khawatir. Hal yang perlu dilakukan adalah menggunakan obat ini secara bijak. Berikut ini adalah langkah yang dapat dilakukan agar penggunaan parasetamol menjadi aman:

  1. Jangan menggunakan lebih dari satu jenis obat yang sama-sama mengandung parasetamol
  2. Gunakan dosis sesuai yang dianjurkan
  3. Jangan minum parasetamol melebihi dosis 4000 mg per hari
  4. Beritahu dokter atau apoteker bila anda punya riwayat sakit pada hati.

 

Referensi

Walter, Roland B., Filippo Milano, Theodore M. Brasky, and Emily White. “Long-term use of acetaminophen, aspirin, and other nonsteroidal anti-inflammatory drugs and risk of hematologic malignancies: results from the prospective Vitamins and Lifestyle (VITAL) study.” Journal of clinical oncology 29, no. 17 (2011): 2424.

Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmailby feather

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *