Evidence Based Medicine

Sofosbuvir, Harapan Baru Pasien Hepatitis C

Sofosbuvir adalah obat hepatitis C yang relatif baru. Obat ini ditemukan pada tahun 2007 oleh Michael Sofia dan mulai dicobakan ke manusia pada tahun 2010. Pada tahun 2013, Food and Drug Administration (FDA) menyetujui sofosbufir yang digunakan bersama ribavirin sebagai terapi oral virus hepatitis C. Sebelum ada sofosbuvir, penanganan hepatitis C memakan waktu 6-12 bulan menggunakan terapi berbasis interferon dengan tingkat kesembuhan 70 % atau kurang. Selain itu terdapat efek samping yang relatif berat berupa anemia, depresi, rash, mual, muntah, dan rasa lelah. Kini dengan adanya sofosbuvir, tingkat kesembuhannya mencapai 30-97 % tergantung dari jenis virus, dengan lama terapi yang lebih pendek.

Menurut rekomendasi American Association for the Study of Liver Disease, dan Infectious Diseases Society of America, Sofosbuvir dijadikan lini pertama pengobatan hepatitis C, dan direkomendasikan untuk digunakan bersamaan dengan ribavirin, peginterferon alfa, simeprevir, ledipasvir, daclatasvir, atau juga velpatasfir. Mekanisme kerja sofosbuvir adalah dengan cara menghambat protein NS5B pada virus hepatitis C. Sofosbuvir merupakan prodrug, harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi bentuk aktifnya yang dinamakan GS-461203. Senyawa GS-461203 bersifat menghambat protein NS5B yang akan mengganggu sintesis RNA virus. Potensi resistensi virus terhadap sofosbuvir rendah, hal ini menyebabkan banyak pasien menaruh harapan pada obat baru ini.

Sofosbuvir aman bila digunakan wanita hamil, kategorinya B. Namun ribavirin, obat yang digunakan bersamaan dengan sofosbuvir tidak aman untuk kehamilan, dengan kategori X, yang berarti bahwa ribavirin menimbulkan kecacatan pada janin. Sebaiknya kombinasi sofosbuvir dan ribavirin tidak digunakan pada wanita hamil. Pada wanita menyusui, belum diketahui apakah obat ini melintasi ASI ataukah tidak, sehingga disarankan agar wanita menyusui agar tidak menggunakan sofosbuvir atau ribavirin.

Efek samping sofosbuvir yang digunakan bersama dengan ribavirin, bersamaan pula dengan peginterferon, relatif ringan. Efek samping yang umum meliputi rasa lelah, sakit kepala, mual, rash, mengantuk, nyeri punggung, dan anemia. Ada potensi aktivasi kembali virus hepatitis B bagi orang yang sebelumnya pernah terinfeksi. Sofosbuvir memiliki interaksi obat dengan amiodaron, menyebabkan detak jantung yang lebih lambat. Selain itu penggunaan bersamaan antara sofosbuvir dengan obat antikonvulsan (karbamazepin, fenitoin, fenobarbital), juga dengan rifampin, rifabutin, dan ritonavir dapat menurunkan konsentrasi sofosbuvir.

Referensi:

Kirby, Brian J.; Symonds, William T.; Kearney, Brian P.; Mathias, Anita A. (2015-03-31). “Pharmacokinetic, Pharmacodynamic, and Drug-Interaction Profile of the Hepatitis C Virus NS5B Polymerase Inhibitor Sofosbuvir”. Clinical Pharmacokinetics. 54 (7): 677–690.

Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmailby feather

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *