Semua Obat Antidepresan tidak Efektif untuk Anak, kecuali Fluoksetin
Semua antidepresan, kecuali fluoksetin tidak efektif untuk anak-anak, bahkan beberapa antidepresan malah tidak aman. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cipriani dkk dari Departemen Psikiatri Universitas Oxford, Inggris. Namun perlu digarisbawahi bahwa hal ini hanya berlaku untuk anak-anak yang mengalami depresi sedang hingga berat dimana psikoterapi atau intervensi nonfarmakologis lain tidak berhasil, atau pada kondisi dimana intervensi tersebut tidak tersedia. Selain itu tidak berarti juga bahwa pasien yang selama ini merespon baik obat-obatan antidepresan, misalnya escitalopram, harus menghentikan terapinya dan menggantinya dengan fluoksetin. Hal ini disebabkan karena penelitian ini berdasarkan data rata-rata yang dimiliki kebanyakan pasien. Individualisasi terapi tetap harus dilakukan pada pasien-pasien ini.
MDD (major depressive disorder) merupakan masalah mental umum pada anak-anak dan orang dewasa. Akan tetapi keputusan untuk menggunakan obat farmakologis dan pemilihan obatnya pada populasi ini masih kontroversial. Guna membandingkan dan memberi peringkat obat antidepresan dan plasebo untuk terapi MDD pada pasien usia muda, para peneliti melakukan sebuah penelitian meta analisis guna mengidentifikasi baik bukti langsung dan tak langsung dari penelitian-penelitian yang relevan.
Tim peneliti mencari penelitian-penelitian berdisain double-blind, acak terkontrol yang melibatkan penggunaan obat antidepresan untuk terapi akut MDD pada anak-anak dan dewasa. Sebanyak 34 penelitian dianalisis dimana 5260 pasien terlibat di dalamnya. Sebanyak 14 jenis obat antidepresan dinilai kemanjuran dan tolerabilitasnya. Ukuran sampel rata-rata adalah 159 pasien, umur rata-rata adalah 13,6 tahun, dan rata-rata durasi terapi adalah 8 minggu. Dalam hal kualitas penelitian, sebanyak 29 % penelitian tersebut memiliki risiko bias yang tinggi, 59 % berisiko bias sedang, dan 12 % memiliki risiko bias rendah.
Outcome primer adalah perubahan gejala depresi dan proporsi pasien yang berhenti menjalani terapi akibat efek samping obat. Guna menilai perubahan gejala depresi, tim peneliti menggunakan sistem skor yang digunakan pada penelitian-penelitian yang diuji, termasuk skala Children’s Depression Rating Scale Revised, Beck Depression Inventory, dan Children’s Depression Inventory. Otucome sekunder adalah respon rate, segala penyebab diskontinuasi, dan ide bunuh diri. Respon rate ditentukan berdasarkan proporsi pasien yang memperoleh penurunan gejala depresi sebesar ≥ 50 % atau juga pasien yang memiliki perbaikan banyak pada skor Clinical Global Impression.
Analisis menunjukkan bahwa dalam hal kemanjuran, fluoksetin lebih baik daripada plasebo (standardized mean difference [SMD], – 0.51; 95% credible interval [CrI], -0.99 to -0.03).. Akan tetapi peneliti menggarisbawahi bahwa credible interval bernilai besar dan memiliki batas atas mendekati titik dimana tidak ada perbedaan memunculkan pertanyaan apakah hasilnya cukup kuat untuk dapat mengubah praktek klinik.
Nortriptilin kurang manjur dibandingkan tujuh antidepresan dan plasebo. Sementara itu dalam hal tolerabilitasnya, fluoksetin lebih baik dibandingkan duloksetin (odds ratio [OR], 0.13; 95% CrI, 0.13 – 0.95) dan imipramin (OR, 0.23; 95% CrI, 0.04 – 0.78). Citalopram dan paroksetin ditoleransi lebih baik dibandingkan monoterapi imipramin, sedangkan imipramin kurang dapat ditoleransi dibandingkan plasebo, venlafaxin, dan duloksetin. Terdapat risiko bunuh diri yang lebih besar pada pasien yang mendapatkan venlafaxin. Berdasarkan hasil analisis, terapi yang paling efektif adalah fluoksetin (76,6%) dan yang paling tidak efektif adalah nortriptilin (3,7%). Fluoksetin juga ditoleransi paling baik (75,7%) sedangkan imipramin paling tidak dapat ditoleransi (13,1%).
Fluoksetin memiliki sejumlah keuntungan. Obat yang tergolong SSRI pertama ini telah banyak dipelajari dan memiliki banyak pengguna di seluruh dunia. Waktu paruhnya panjang, memerlukan beberapa minggu metabolisme, hal ini menyebabkan terlewatnya beberapa dosis tidak menjadi masalah. Fluoksetin juga merupakan obat yang tersedia cukup banyak di seluruh dunia dan merupakan salah satu obat esensial WHO.
Referensi:
Cipriani, A., Zhou, X., Giovane, C.D., Hetrick, S.E., Qin, B., Whittington, C., dkk., 2016. Comparative efficacy and tolerability of antidepressants for major depressive disorder in children and adolescents: a network meta-analysis. The Lancet, 0:
by