Penerapan Metode Analisa SOAP Pada Asuhan Kefarmasian Di Manajemen Farmasi
Perbekalan farmasi adalah obat, bahan/alat kesehatan pakai habis, gas medis dan bahan embalage penunjang pelayanan kefarmasian, dimana item atau jenisnya tersusun dalam bentuk formulaium obat atau kompedium bahan/alat kesehatan pakai habis yang merupakan suatu standar barang yang digunakan oleh rumah sakit untuk pelayanan kesehatan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Christina.M pada tahun 2012 yang berjudul Implementasi kendali biaya dan kendali mutu pelayanan kesehatan program jaminan kesehatan daerah Kutai Kartanegara di RSUD Parikesit Tenggarong, Christina menemukan bahwa komponen obat yang merupakan salah satu bagian dari perbekalan farmasi bahkan mencapai lebih dari 40% komponen biaya pelayanan kesehatan. Besarnya komponen obat dalam biaya pelayanan kesehatan menyebabkan pihak provider kesehatan melakukan berbagai hal untuk mengontrol besaran komponen obat dalam biaya operasionalnya agar tetap berada pada batas-batas keekonomian yang rasional dengan tetap menjaga kualitas pelayanan kesehatan.
Di BLUD-RSUD atau Rumah Sakit Swasta, pada umumnya perbekalan farmasi diadakan melalui proses pembelian secara non tunai dengan jangka waktu jatuh tempo pembayaran rata-rata 1 bulan dihitung sejak faktur pengiriman barang di keluarkan oleh penyadia (pbf atau pak) dan jika pihak rumah sakit tidak melunasi tagihan pembayaran sampai batas waktu jatuh tempo pembayaran yang diberikan oleh penyedia maka pihak penyedia otomatis akan “menghentikan” pelayanan penyaluran perbekalan farmasi ke rumah sakit. Kegagalan pihak rumah sakit dalam melakukan perencanaan dan strategi pengadaan perbekalan farmasi ini akan berakibat pada terganggunya tingkat ketersediaan perbekalan farmasi yang pada gilirannya akan mengancam keselamatan jiwa pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut.
Menurut PEDOMAN KREDENSIAL APOTEKER DI RUMAH SAKIT yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit (PP HISFARSI) tanggal 30 Juni 2018, kewenangan klinis apoteker yang praktek di rumah sakit tidak hanya asuhan kefarmasian di pelayanan farmasi klinik saja, tetapi juga mencakup asuhan kefarmasian di pengelolaan sediaan farmasi. Paling tidak, dari 5 kewenangan klinis apoteker di pengelolaan sediaan farmasi, PERENCANAAN dan PENGADAAN sediaan farmasi memiliki RESIKO PROFESI yang paling BESAR baik pagi pribadi apoteker maupun bagi institusi sarana kesehatan tempatnya berpraktek sehingga perlu kehati-hatian yang lebih dari seorang apoteker dalam menjalankan kewengan klinis ini.
Secara teknis, perencanaan perbekalan farmasi di rumah sakit terbagi menjadi 2 (dua) bentuk perencanaan dengan tujuan yang berbeda yaitu perencanaan anggaran dan perencanaan pengadaan perbekalan farmasi. kedua bentuk perencanaan perbekalan farmasi ini merupakan proses yang berkelanjutan dan tidak terpisah dari rangkaian proses perencanaan perencanaan perbekalan farmasi di rumah sakit.
Perencanaan Anggaran
Perencanaan anggaran adalah suatu proses perhitungan perkiraan anggaran yang dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan dan kecukupan anggaran guna kelancaran proses pengadaan perbekalan farmasi selama 1 (satu) periode anggaran di rumah sakit. perencanaan anggaran pada umumnya dilakukan 1 (satu) kali setahun, biasanya pada akhir atau awal tahun anggaran untuk kepentingan pengisian daftar isian/usulan anggaran belanja perbekalan farmasi dalam rba (rencana bisnis dan anggaran) tahunan rumah sakit.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyusunan perencanaan anggaran, diantaranya adalah :
- Data history realisasi anggaran pada tahun-tahun sebelumnya dan perkiraan volume pelayanan ditahun berikutnya.
- Data sisa persediaan tiap item persediaan pada saat perencanaan disusun.
- Rerata penggunaan tiap item perbekalan farmasi per bulan.
- Tingkat ketersediaan tiap item perbekalan farmasi di gudang penyimpanan utama pada saat perencanaan disusun.
- Penetapan jumlah bulan dalam 1 (satu) periode perencanaan anggaran yang selanjutnya menjadi target tingkat ketersediaan tiap item perbekalan farmasi di gudang penyimpanan utama yang diharapkan setelah proses pengadaan dilaksanakan nantinya. pada umumnya jumlah bulan dalam 1 (satu) periode perencanaan anggaran sekitar 18 bulan.
- Daftar harga tiap item perbekalan farmasi saat penyusunan perencanaan.
- Rencana pengembangan bisnis rumah sakit pada tahun berikutnya.
Perencanaan Pengadaan
Perencanaan pengadaan adalah suatu proses penentuan item perbekalan farmasi, jumlah pemesanan idealnya (efektif , efisien & berorientasi pada patient safty) untuk 1 (satu) periode pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit, yang dapat juga dilanjutkan dengan penentuan penyedia dan metode pengadaannya dengan tujuan untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan klinik pasien namun tetap memperhatikan nilai-nilai keekonomian, guna menjamin mutu dan biaya pelayanan kesehatan kepada pasien di rumah sakit.
Perencanaan pengadaan merupakan salah satu kewenagan klinis yang dimiliki oleh seorang apoteker yang berpraktek di rumah sakit dan dilakukan setiap kali sebelum proses pengadaan akan dilaksanakan yang disesuaikan dengan kebutuhan dilapangan, biasanya tergantung pada besaran dana yang tersedia untuk pembayaran perbekalan farmasi pada saat jatuh tempo nantinya dan status urgensi barang dari suatu item perbekalan farmasi dengan stok menipis yang dinilai dengan metode penilaian kombinasi antara metode VEN (Vital, Esensial dan Non esensial) dan CITO/NonCITO.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyusunan perencanaan pengadaan, diantaranya adalah :
- Besaran dana yang tersedia untuk pembayaran perbekalan farmasi pada saat jatuh tempo. Idealnya besaran dana yang harus disediakan oleh rumah sakit ini ditetapkan berbasis pada cash flow pendapatan rumah sakit dengan kisaran besaran alokasi anggaran ± 30-40% dari cash flow pendapatan rumah sakit per bulan dan TIDAK BOLEH dialihkan untuk kegiatan operasional lainnya dengan alasan apapun.
- Data sisa persediaan tiap item perbekalan farmasi pada saat perencanaan disusun.
- Rerata penggunaan per bulan tiap item perbekalan farmasi pada saat stok perbekalan farmasi tersedia di rumah sakit.
- Tingkat ketersediaan tiap item perbekalan farmasi di gudang penyimpanan utama pada saat perencanaan disusun.
- Target tingkat ketersediaan tiap item perbekalan farmasi di gudang penyimpanan utama yang diharapkan setelah proses pengadaan.
- Daftar harga tiap item perbekalan farmasi saat perencanaan disusun.
- Status urgensi barang untuk tiap item perbekalan farmasi. Status urgensi barang dikelompokkan berdasarkan VEN (vital, esensial dan non esensial) dan CITO/NonCITO dengan pertimbangan klinis dan/atau manajemen farmasi.
- Ketersediaan barang di penyedia (PBF atau PAK)
- Tingkat respon time penyedia atau lead time penerimaan barang untuk tiap item perbekalan farmasi
- Metode pengadaan perbekalan farmasi yang akan digunakan untuk pengadaan.
- Lama waktu jatuh tempo pembayaran yang diberikan oleh penyedia.
- Kapasitas gudang tempat penyimpanan perbekalan farmasi baik gudang transit maupun gudang utama.
Dari penjelasan diatas, nampak bahwa perencanaan pengadaan perbekalan farmasi sangat berpotensi untuk di “kriminalisasi” karena dampak dari keputusan seorang apoteker yang menjalankan kewenagan klinisnya ini menyebabkan pengeluaran uang milik institusi/sarana kesehatan atau uang milik negara, yang jika tidak berhati-hati maka dimasa yang akan datang tindakan seorang apoteker ini dapat dianggap sebagai tindakan korupsi dan dianggap merugikan keuangan institusi/sarana kesehatan atau keuangan negara.
Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan ini dimasa yang akan datang terkait dengan keputusan profesional apoteker karena melaksanakan kewenagan klinisnya berupa perencanaan pengadaan perbekalan farmasi di institusi/sarana kesehatan baik swasta maupun milik pemerintah, maka seorang apoteker yang akan melaksanakan kewenagan klinisnya tersebut harus menyiapkan dokumentasi pada setiap tindakan kefarmasian yang dilakukannya dalam proses perencanaan pengadaan perbekalan farmasi tersebut dan dilengkapi dengan dasar analisa profesional yang ADEKUAT dalam arti analisa tersebut harus AKURAT, TRANSPARAN dan AKUNTABEL serta dapat dipertanggungjawabkan secara profesional.
Metode Analisa SOAP dalam Perencanaan Pengadaan Perbekalan Farmasi
Metode analisa SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment,Plan) merupakan salah satu metode analisa yang umum digunakan oleh tenaga kesehatan untuk mengambil keputusan profesional untuk suatu problem yang timbul dalam lingkup kewenagan klinis yang dimilikinya.
Sebagai tenaga kesehatan, apoteker juga menggunakan metode analisa SOAP dalam menjalankan kewenagan klinis profesionalnya, pada umumnya dilakukan oleh apoteker yang berpraktek farmasi klinis di ruangan perawatan rumah sakit. Nah, pertanyaan selanjutnya adalah dapatkah metode analisa SOAP digunakan untuk memperkuat pelaksanaan kewenangan klinis seorang apoteker yang berpraktek di Pengelolaan Perbekalan Farmasi dalam hal ini adalah penyusunan perencanaan pengadaan perbekalan farmasi di institusi/sarana kesehatan baik swasta maupun milik pemerintah?
SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment,Plan) adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis. Metode analisa SOAP jika diterapkan dalam proses perencanaan pengadaan perbekalan farmasi, diharapkan dapat menggambarkan secara sederhana, jelas, logis dalam bentuk tulisan seluruh rangkaian proses perencanaan pengadaan tersebut sampai dengan munculnya keputusan profesional seorang apoteker untuk menentukan akan dilakukan proses pengadaan atau tidak, sampai dengan penentuan item perbekalan farmasi dan jumlah pemesanan idealnya, bahkan sampai dengan penentuan penyedia dan metode pengadaannya jika ternyata dari analisa tersebut diputuskan untuk melakukan pengadaan perbekalan farmasi.
Metode 4 langkah ini (Subjektif, Objektif, Assesment,Plan), jika disari dari rangkaian proses perencanaan pengadaan perbekalan farmasi, dapat dituliskan sebagai berikut:
Subjektif (S) merupakan data subjektif yang berisi laporan/informasi dari unit pengelola perbekalan farmasi terkait dengan stok menipis atau stok kosong dari perbekalan farmasi yang disimpan di gudang utama penyimpanan.
Objektif (O) merupakan data objektif terkait dengan produk perbekalan farmasi yang dilaporkan dengan stok menipis atau stok kosong di gudang utama penyimpanan, diantaranya adalah:
- Sisa dana tersedia untuk pembayaran perbekalan farmasi pada saat jatuh tempo nantinya jika pengadaan jadi dilakukan.
- Identitas produk yang di infokan dengan stok menipis atau stok kosong, diantaranya adalah Nama Produk, Komposisi/kekuatan dosis, Rerata penyaluran per-bulan,
- Tingkat ketersediaan produk di gudang penyimpanan utama dalam satuan bulan saat perencanaan pengadaan disusun
Assesment (A) merupakan analisis dan interpretasi data subjektif dan data objektif yang terkumpul.Hasil dari proses Assesment ini adalah apoteker dapat menetukan status urgensi barang untuk diadakan dengan menggunakan metode CITO/NonCITO. Metode analisa status urgensi barang CITO/Non CITO adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat status urgensi barang pada tiap item perbekalan farmasi secara subjektif -kuantitatif yang didasarkan pada perbandingan antara tingkat ketersediaan pada suatu item perbekalan farmasi di gudang penyimpanan utama pada saat perencanaan disusun dengan tingkat respon time penyedia atau lead time penerimaan barang untuk item perbekalan farmasi tersebut. Suatu item perbekalan farmasi dikatakan CITO jika tingkat ketersediaan pada suatu item perbekalan farmasi di gudang penyimpanan utama pada saat perencanaan disusun LEBIH KECIL/LEBIH SINGKAT dari tingkat respon time penyedia atau lead time penerimaan barang untuk item perbekalan farmasi tersebut, dan dikatakan Non CITO jika tingkat ketersediaan pada suatu item perbekalan farmasi di gudang penyimpanan utama pada saat perencanaan disusun LEBIH BESAR/LEBIH LAMA dari tingkat respon time penyedia atau lead time penerimaan barang untuk item perbekalan farmasi tersebut.
Jika dari proses assesment ini apoteker menilai bahwa status urgensi barang untuk diadakan adalah CITO atau berstatus NonCITO namun harus segera diadakan, maka proses assesment dilanjutkan dengan:
- Apoteker mencari info ketersediaan barang di penyedia (PBF atau PAK)
- Apoteker menilai dan menghitung target tingkat ketersediaan produk digudang penyimpanan utama setelah pengadaan dalam satuan bulan.
- Apoteker menilai dan menghitung perkiraan kebutuhan barang yang akan diadakan berdasarkan target tingkat ketersediaan produk digudang penyimpanan utama setelah pengadaan serta memperkirakan kebutuhan anggarannya.
Plan (P) atau Perencanaan merupakan rencana dari tindakan atau keputusan yang akan diambil oleh seorang apoteker pada akhir proses perencanaan pengadaan perbekalan farmasi yaitu akan melanjutkan ke proses pengadaan atau menunda proses pengadaan.
Adapun gambaran teknis penulisan dari penerapan metode analisa SOAP dalam proses perencanaan pengadaan perbekalan farmasi sebagai wujud pelaksanaan salah satu kewenagan klinis dari seorang apoteker dirumah sakit dapat dilihat pada tabel.1 dibawah.
Tabel.1 Contoh penerapan metode SOAP dalam proses perencanaan pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit
Kewenagan Klinis Apoteker: PERENCANAAN SEDIAAN FARMASI | |||
Analisa SOAP Pada Tindakan Klinis Kefarmasian: Perencanaan Pengadaan Perbekalan Farmasi | |||
SUBJEKTIF | OBJEKTIF | ASSESMENT | PLAN |
Laporan dari Sub.Unit Penerimaan, Penyimpanan dan Distribusi IFRS bahwa Stok persediaan obat “A” Menipis. | 1. Sisa dana Tersedia sebesar Rp. …. (total dana tersedia sebesar 30-40% Cash Flow RS per bulan)
2. Identitas Produk : · Nama produk : obat “A” · Komposisi/kekuatan dosis : ….. · Bentuk Sediaan : …. · Status urgensi produk secara klinis (VEN): Vital/Essensial/Non Essensial*) · Kelompok produk : E-catalogue LKPP/Non E-catalogue LKPP*) · Sisa stok saat ini : …. · Rerata penyaluran per-bulan: …. 3. Tingkat ketersediaan produk di gudang penyimpanan utama saat ini : ….. Bulan
|
1. Status Urgensi barang : CITO/NonCITO*)
2. Info barang di penyedia: · Nama Penyedia: … · Ketersediaan barang: ready stock/tidak ready stok*) · Jumlah barang tersedia : …. · HNA produk saat ini adalah Rp. …. · Respon time Penyedia: …. hari · Lama waktu jatuh tempo pembayaran: …. hari 3. Target tingkat ketersediaan produk digudang penyimpanan utama setelah pengadaan adalah … bulan 4. Perkiraan kebutuhan barang yang akan diadakan berdasarkan Target tingkat ketersediaan sebanyak ….. dengan perkiraan kebutuhan anggaran untuk pengadaannya sebesar Rp. … ( …% dari Sisa dana Tersedia) |
Dilakukan pengadaan obat “A” sebanyak ….. ke penyedia …. dengan metode pengadaan E-Purchasing online/ E-Purchasing offline/metode pengadaan lainya*) |
*) Coret yang tidak perlu
Akan tetapi, mengingat dilapangan jumlah item perbekalan farmasi dirumah sakit yang jumlahnya sangat banyak sekali maka terkadang akan mengalami kerepotan jika harus membuat analisa SOAP per item perbekalan farmasi. Oleh karena itu menurut saya model penulisan analisa SOAP pada perencanaan pengadaan perbekalan farmasi ini dapat dirubah bentuknya dalam bentuk tabel perencanaan pengadaan dengan tetap mendasarkannya pada point-point dalam model analisa SOAP tersebut. Demikianlah sedikit uraian dari saya terkait penerapan metode analisa SOAP pada asuhan kefarmasian di manajemen farmasi, dalam hal ini adalah penerapan analisa SOAP pada proses perencanaan pengadaan perbekalan farmasi. Saya berharap dari sedikit tulisan ini bisa memberikan sedikit tambahan pada khasanah ilmu pengetahuan agar bisa dimanfaatkan untuk memudahkan teman sejawat apoteker dalam memahami konsep perencanaan pengadaan perbekalan farmasi untuk praktek apoteker yang paripurna dan bertanggungjawab. Penulis: Apt. Sudarsono.,M.Sc (Ka. Instalasi Farmasi RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang) Penulis bisa dihubungi di Nomor HP 08984795265 |