Infeksi Bakteri C difficile Dihambat oleh Probiotik
Pasien yang dirawat di rumah sakit dan mendapatkan antibiotika, infeksi bakteri C diificile dapat dihambat. Hal ini dinyatakan oleh sebuah meta analisis. Morbiditas dan mortalitas terkait infeksi C difficile menghabiskan dana jutaan dolar di Amerika Serikat. Pencegahan terhadap infeksi C difficile bagi pasien yang berisiko tinggi sangat penting, namun penggunaan probiotik masih “direkomendasikan secara tidak konsisten”.
Beberapa kajian sistematik dan meta analisis sebelumnya telah menunjukkan daya perlindungan probiotik terhadap infeksi C difficile, namun tidak melibatkan PLACIDE yang merupakan penelitian acak terkontrol paling besar pada topik ini. Hasil penelitian PLACIDE menunjukkan bahwa probiotik tidak memiliki efek perlindungan terhadap infeksi C difficile pada 3000 pasien yang diteliti (RR 0,70; p = 0,35). Akan tetapi penelitian PLACIDE ini memiliki kelemahan, yaitu kejadian infeksi C difficile pada kelompok kontrol lebih rendah dari yang diharapkan.
Untuk menjawab keraguan mengenai daya perlindungan probiotik terhadap infeksi C diificile, maka tim peneliti melakukan penelusuran pustaka dan mengidentifikasi 19 penelitian yang dipublikasikan dari tahun 1989 hingga 2016 (termasuk PLACIDE). Jumlah sampel penelitian ini adalah 6942 orang dewasa yang dirawat di rumah sakit dan menerima baik probiotik maupun plasebo guna mencegah infeksi C difficile. Terdapat perbedaan nyata pada kejadian infeksi antara kelompok pasien penerima probiotik dengan plasebo (1,5% vs 3,5%). Selain itu diperoleh hasil RR sebesar 0,41; CI 0,30-0,57; p < 0,001. Tidak ada perbedaan dalam jenis spesies probiotik, strain, formulasi, dan dosis, namun didapatkan bahwa waktu pemberian probiotik sangat menentukan.
Secara keseluruhan, nilai RR untuk infeksi C diificile adalah 0,41 akan tetapi bila probiotik diberikan dalam waktu kurang dari 2 hari setelah pemberian antibiotika pertama kali maka nilai RR turun menjadi 0,32. Ketika diberikan melebihi 2 hari, maka nilai RR menjadi lebih tinggi yaitu 0,70. Artinya terjadi penurunan daya perlindungan ketika probiotik diberikan melebihi 2 hari setelah pemberian dosis antibiotika pertama. Tim peneliti menduga bahwa hasil negatif yang diperoleh pada penelitian PLACIDE disebabkan karena pasien mendapatkan probiotika melebihi 2 hari setelah pemberian antibiotika pertama kalinya.
Terdapat laporan kasus yang meyatakan adanya kemungkinan sepsis akibat probiotik, namun hal ini tidak dijumpai pada penelitian ini. Efek samping sama antara pasien yang mendapat probiotik dengan plasebo (RR 0,97). Diperlukan penelitian lanjutan untuk menentukan dosis optimal, durasi terapi, dan strain yang tepat. Khusus untuk strain, tim peneliti merekomendasikan campuran antara Saccharomyces boulardi dan Lactobacillus GG. Manfaat probiotik lebih terasa pada pasien berumur lebih dari 65 tahun yang merupakan populasi risiko tinggi terkena infeksi dan memiliki outcome buruk ketika telah terinfeksi.
Referensi:
Digestive Disease Week (DDW) 2016: Abstract 661. Dipresentasikan 23 Mei 2016.