Harapan untuk Pasien Stroke: Obat Baru yang Mampu Menembus Penghalang Otak
Terapi farmakologis baru untuk stroke iskemik akut yang mentargetkan penghalang darah-otak menunjukkan hasil menjanjikan pada uji klinis tahap awal. Obat ini, yaitu imatinib, merupakan obat golongan inhibitor enzim tirosin kinase yang sebenarnya sudah tersedia di pasaran namun sebagai obat kanker. Kini para ilmuwan berupaya menemukan khasiat lain imatinib sebagai obat stroke.
Penelitian awal mengenai imatinib sebagai obat stroke ini dipresentasikan pada European Stroke Organisation Conference (ESOC) 2016. Dijelaskan pada presentasi tersebut bahwa pada model eksperimental, imatinib terbukti menjaga integritas penghalang darah-otak, yang terbuka selama stroke iskemik, sehingga membiarkan masuknya sel-sel inflamasi menuju otak dan menyebabkan edema, serta meningkatkan kematian. Efek ini diperburuk dengan pemberian tPA (tissue plasminogen activator).
Uji awal terhadap imatinib menunjukkan bahwa obat ini aman dan secara umum ditoleransi dengan baik pada pasien stroke iskemik yang diberi terapi tPA. Penggunaan dosis tinggi imatinib meningkatkan skor neurologis dan diduga terdapat perbaikan kemandirian fungsional pasien dan menurunnya transformasi pendarahan. Efek ini dimediasi dengan cara mengembalikan integritas penghalang darah-otak yang dapat mengurangi edema dan respon inflamasi lanjutan.
Penelitian yang dinamakan I-STROKE ini dilaksanakan untuk mengklarifikasi keamanan imatinib pada populasi pasien penderita stroke iskemik akut. Selain itu penelitian ini juga dimaksudkan untuk meneliti apakah terdapat tanda-tanda berkurangnya pendarahan dan edema serta meningkatnya fungsi neurologis. Penelitian I-STROKE melibatkan 60 pasien penderita stroke iskemik akut, memiliki skor NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale) sebesar 7 atau lebih besar yang mendapat terapi tPA dalam jangka waktu 4,5 jam sejak mula stroke. Para pasien ini diacak untuk menerima salah satu dosis imatinib yaitu 400 mg, 600 mg, dan 800 mg per hari. Selain itu terdapat pula kelompok kontrol yang tidak mendapat terapi tambahan sejak 1 jam setelah terapi reperfusi.
Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada efek samping serius yang dialami pasien, kecuali hanya sedikit gatal, reaksi pada kulit, mual, dan muntah. Secara kemanjuran, terdapat 28 transformasi pendarahan pada penelitian ini, dimana tidak ada perbedaan secara keseluruhan antara kelompok imatinib dengan kontrol. Namun hal yang mengesankan adalah tidak ada satupun kasus transformasi pada kelompok penerima imatinib dosis tinggi. Secara neurologis, terdapat perbaikan skor NIHSS dari awal hingga 90 hari pada kelompok kontrol dan pada kelompok penerima imatinib dosis tinggi. Untuk mengkonfirmasi hasil penelitian tersebut, kini penelitian lainnya dengan tema serupa tengah dijalankan.
Referensi:
European Stroke Organisation Conference (ESOC) 2016. Dipresentasikan pada 12 Mei 2016.